*opini satu sisi
Kata Rasulullah wanita itu tiang agama. Dari wanitalah akan lahir generasi penerus. Penerus tentang segala kebaikan atau penerus segala keburukan. Kedua pilihan ini tergantung wanita itu sendiri mau memilih yang mana untuk diajarkan kepada sang generasi penerus.
Untuk bisa memilih dan
menjalani tentang segala kebaikan, itu perlu pengetahuan, untuk mendapatkan
pengetahuan itu perlu pembelajaran, pembelajaran yang kompleks ditemukan dalam
universitas kehidupan dan untuk bisa menghadapi realita di universitas
kehidupan dengan bijak, masuk di miniatur univeritas kehidupan yaitu
universitas formal dirasa wajar saja.
Keberadaan wanita menjalani peran sebagai mahasiswi di universitas formal jenjang S1, S2 bahkan S3 sekalipun tak lain hanyalah untuk memperoleh pelajaran lebih untuk menghadapi kompleksitas soal ujian di universitas kehidupan yang akan dia temui nanti setelah menyandang gelar sarjana, magister atau doktor.
Gelar akademik dari universitas formal itu hanya sebagai hasil short
course untuk menjalani peran dengan gelar yang diberikan oleh universitas
kehidupan yaitu gelar sebagai seorang istri dan ibu.
Wanita yang telah
menempuh short course di Universitas-universitas formal ini biasanya akan memiliki
pemikiran yang lebih bijak dan visioner untuk membuat program pengembangan diri
bagi keluarga kecilnya. Selalu tertarik
untuk belajar mencari ilmu bagaimana menjadi istri yang baik untuk suaminya dan
ibu yang hebat untuk mendidik anak-anaknya.
Beberapa permasalahan klasik yang ditemui di universitas kehidupan tentang kekhawatiran lelaki terhadap wanita yang memiliki pendidikan akademis lebih tinggi darinya berfikir sang wanita yang jika dia peristri nantinya akan susah diatur, akan susah taat dengan suami, akan merasa lebih tinggi dari suaminya, meremehkan suaminya.
Satu catatan untuk kekahwatiran
ini, jika dia itu seorang wanita sholeha, bagus pemahaman agama, yang sangat
bermakrifah dan sangat mencintai Tuhannya Allah maka setinggi apapun gelar
akademiknya dibandingkan suaminya dia akan tetap berakhlak mulai terhadap
suaminya, karena dia tahu dan akan selalu mencari tau apa-apa saja hal yang pantas dilakukannya
agar Allah ridho melalui ridho suaminya.
Gelar akademik bagi wanita seperti itu hanya sebagai wasilah untuk dia lebih mengenal tuhannya dalam proses pembelajaran di Univeritas kehidupan, belajar merancang rencana kehidupan yang disukai Tuhannya, maka dia akan mengatakan seperti ini “ jika nanti aku sudah menikah, dan suami ku meminta meninggalkan karierku agar sepenuhnya fokus di gelar sebagai istri dan ibu maka dengan senang hati aku akan melakukannya.
jika nanti Allah menitipkan
rezeki seorang anak kepada kami maka sejak dari alam rahim aku akan mengenalkan
anakku denganNYA, akan ku recoki fikiran anakku dengan segala ma’firah
tentangNYA, kan ku cerita teladan sempurna Rasullullah, cerita heroik para
sahabat/sahabiyah yang membela islam dan iman, buah hatiku yang sangat
mencintai ilmu, mencintai Alquran, dan semua karena Allah”.
Sekali lagi catatan
yang ingin ditekankan disini adalah seorang wanita sholehah. Maka bukanlah
sebuah kesalahan (jika memang ada jalannya) ketika wanita menuntut ilmu formal setinggi-tingginya, jika itu yang membuat dia akan menjadi lebih
siap guna untuk menjadi ustadzah di madrasah peradaban yang akan menghasilkan
didikan generasi Rabbani dan karena semangatnya menuntut ilmu itu Allah
meninggikan derajatnya “....Allah
mengangkat derajat orang2 yang beriman dan orang2 yang berilmu beberapa
derajat” (Almuhadillah:11).
Untuk lelaki, Maka jangan pandang gelarnya hingga hati menjadi ciut, karena itu hanya mengintrepretasikan sebuah pemikiran sang penilai yang sangat sempit, tapi lihatlah agamanya seperti pesan yang telah disampaikan Rasullullah. Untuk wanita, jadikanlah sarana-sarana di Universtas formal itu sebagai wasilah untuk lebih membuatmu mengenal Allah dan mendekatkan diri kepada Allah bukan untuk melejitkan karier, meninggikan kedudukan, bukan untuk dipandang kagum dimata makhluk, bukan untuk diakui eksistensinya, bukan untuk populer.
Itu tidak penting. Karier, Kedudukan
yang tinggi, kekaguman orang, eksistensi, populer itu akan diperoleh tanpa
diniatkan. Karena hukum alamnya seperti itu, hukum sebab akibat yang pasti akan
berlaku. Tapi yang menjadi niat dan tujuan dari dalam hati. Maka kenapa tidak
kita niatkan ke yang paling sempurna “bahwa kau melakukan semuanya karena Allah
suka”. Bukankah ketika mencari akhirat maka dunia kan mengikuti?. Wallauhualam.
MasyaAllah.. lakukan karena Allah suka 🥺 renungan mendalam mba
BalasHapus