Memang berdasarkan referensi yang ku baca jika ketuban rembes lebih dari 24 jam maka akan beresiko terkena infeksi bakteri yang membahayakan janin dan ibunya. Karena ketakutan akan sesar lebih besar, maka aku memujuk suami untuk menolak tindakan sesar dan meminta menunggu 1 hari lagi.
Siapa tau setelah 48 jam ada kontraksi. Akhirnya suami setuju menandatangani surat penolakan SC setelah aku yakinkan. Tapi walaupun begitu, setelah keluar rumah sakit, aku tak sanggup membendung air mata yang akhirnya menangis terisak. 'Rabb izinkan aku bisa merasakan melahirkan sebagaimana seharusnya. Restui ikhtiarku.' bisik kencang doa di hati ku. Sesampai di rumah aku mencoba tenang dan beristirahat.
Aku masih punya pegangan satu lagi yang benar-benar ku percaya untuk mengambil keputusan. Yaitu bidan yang dari awal pro untuk VBAC. Karena tidak bisa tidur, aku wa klinik bidan menceritakan hasil periksa di RS.
Saat ku bilang dokter menyarankan SC, kemudian bidan pun bilang ikuti aja saran dokter karena bidan pun tidak bisa melakukan apa-apa selain menunggu karena riwayat SC tidak boleh di induksi. Mendengar jawaban bidan rasa hancurlah segala harapan ku.
Aku pun curhat habis-habisan kalau aku benar-benar pengen normal. Akhirnya bidan meminta ku ke klinik besok pagi-pagi untuk di periksa dan baru di putuskan apa yang harus di lakukan nantinya.
Karena kelelahan akhirnya aku tertidur dan terbangun ketika aku merasakan nyeri perut yang lumayan. Waktu itu aku tidak terfikir sedikit pun kalau itu adalah nyeri kontraksi yang mulai intens.
Rabu, 5 Desember 2018
Pukul 4 subuh aku mengambil wudhu untuk melakukan shalat taubat dan QIyamullail. Aku merasa itu adalah shalat terakhir ku dan benar-benar minta ampun ke Allah.
Dalam isak tangis yang dalam aku juga meminta maaf ke bayi ku, ku katakan aku mengikhlaskan apapun keputusan Allah termasuk jika harus sesar. Setelah shalat aku mulai berkemas barang-barang yang akan di bawa ke RS.
karena jika harus sesar, maka minimal 5 hari kami akan menginap di RS. Ku katakan ke suami, sudah ikhlas harus sesar. Paginya pergi ke klinik bidan, berniat untuk meminta rujukan. Di sepanjang perjalanan aku mulai merasakan nyeri yang cukup buat mengernyitkan dahi.
Sesampai di bidan dengan tertatih aku langsng masuk ruang periksa. Saat di VT pukul 6:30 ternyata sudah bukaan 2 dan selaput ketuban masih utuh. Ternyata tidak koyak, tetapi bocor. “udah bukaan dua, ketubannya masih ada ini. Kita tunggu aja ya sampe sore.
Insyallah bisa ini melahirkan normal" Antara senang, tak percaya dan sedikit was-was kami menuruti permintaan bidan untuk tetap stay di klinik. Aku seperti mendapat energi baru, dengan semangat aku terus aktif bergerak walau air ketuban rembes ser ser. Jalan mondar mandir di dalam klinik, main gymball, goyang-goyang pinggul, jongkok.
Aku masih tetap mengkonsumsi banyak asupan air, hidro coco, pocari sweet, teh anget, susu, sari kurma, kurma, telor ayam kampung. Walau harus bolak balik kamar mandi. Saat ke kamar mandi untuk BAK ternyata keluar darah.
Saat ku lapor ke bidan kata beliau itu tanda pembukaan maju. Aku senang. Kontraksi mulai di nikmati. Setiap kontraksi datang aku mencoba menghirup dan menghembuskan nafas. Tindakan ini efektif untuk mengurangi rasa nyeri.
Pukul 10 pagi aku di VT kembali pembukaan maju ke 3. Subhanallah baru 3, rasanya sudahpp aduhai..semakin siang kontraksi semakin kuat. Saat kontraksi kuat datang aku langsng meremas-meremas (red: mijit) badan suami mencoba berbagi rasa.
Ternyata suami merasa enak dengan setiap remasan tangan ku karena katanya serasa di pijit. Jadi seperti simbiosis mutualisme gitu hehe. Setiap kontraksi kuat datang ku cari betis, tangan, lengan dan punggung suami untuk ku remas-remas sambil tetap mengatur nafas.
Sekali waktu datang kontraksi yang tidak tertahankan, entah kenapa ada hasrat pengen gigit suami. Dalam keadaan sakit aku minta izin untuk gigit dia. Dan diapun dengan ikhlas ku gigit. Untung masih bisa di kontrol sensasi gigitannya hehe.
Menjelang sore kontraksi sudah semakin rapat dan instens. Untungnya (lebih tepat :herannya) disela jeda kontraksi datang rasa kantuk tak tertahankan hingga saat kontraksi reda aku langsung tertidur pulas beberapa menit dan terbangun kembali saat kontraksi datang. Begitu seterusnya. Ternyata tidur miring ke kiri cukup sedikit meringankan nyeri kontraksi dari pada posisi lainnya.
Usapan di panggul belakang oleh tangan suami juga efektif mengurangi nyeri kontraksi. Pukul 17 sore di VT kembali pembukaan maju ke enam, alhamdulillah..nyerinya kontraksi sudah buat aku kehabisan gaya cantik. Yang tersisa hanya gaya jongkok kodok berharap bayi segera lahir.
Secara teori setelah bukaan 6, selanjutnya akan bertambah dalam rentang 1 jam. Dan benar sekitar pukul 9 muncul dorongan ingin ngeden. Aku di papah menuju ruang bersalin. Sudah bukaan 10. campur aduk rasanya. Suami izin untuk menjemput ibu mertua sehingga aku didalam hanya di temani para bidan yang sabar.
Di ruangan aku menikmati sensasi kontraksi bukaan lengkap yang aduhaaai. Jika sandaran ranjang besi tempat tidur bersalin itu tidak kuat barangkali sudah ambruk dengan pool tenaga ku menariknya saat kontraksi berlangsung.
Aku berusaha untuk tetap sadar waras dalam melewati detik-detik kontraksi yang membawa ku ingin ngeden mengeluarkan bayi. Hingga satu jam masih belum berhasil bayi keluar hingga ibu mertua sampai di klinik. Akhirnya ibu mertua menemani ku di ruangan bersalin sedang suami menunggu di luar.
(BERSAMBUNG)
Posting Komentar
Posting Komentar